Broken home bukanlah suatu hal yang asing bagi kita semua, broken home sering kali kita dengar di setiap tempat dimanapun kita berada. Terutama bagi anak-anak yang merupakan korban dari percerian orang tua mereka. Kalimat seperti itulah yang selalu terngiang di sepanjang hidupnya. Iya, BROKEN HOME.
Hi, saya ingin berbagi sedikit cerita tetang hidupku yang merupakan salah satu anak yang diberi sebutan broken home. aku anak ke 2 dari 4 bersaudara, sekarang usiaku 19th, saat orang tuaku cerai saya berumur 15th dan saat itu saya duduk di bangku SMA. Aku ingin bercerita kepada orang disekitarku tapi aku merasa berat memberitukannya. jadi, aku memutuskan untuk meluapkan semuanya disini.
Ayah dan ibuku memang sering bertengkar, dan aku sudah terbiasa dengan itu. Sampai saat dimana mereka mulai mengucapkan kalimat perceraian. itu membuatku terkejut dan takut. Bahkan saya pernah meninggalkan rumah tengah malam sambil menangis karena saya tidak tahan lagi akan pertengkaran mereka. Dan tiba saat dimana mereka benar-benar bercerai, hal itu sangat mengguncang hidupku. bagaimana tidak? Saat perceraian itu sebenarnya ayahku sedang sakit yang mengharuskannya tetap berada di tempat tidur.
Usiaku masih terlalu muda untuk menerima kenyataan bahwa perceraian orang tuaku benar-benar terjadi di depan mataku, dan saat itu aku memasuki masa labilku sebagai seorang remaja. Saat dimana aku butuh pengertian dari orang tua, terutama ibu karena kami sama-sama eorang wanita jadi lebih nyaman bercerita segala hal dengannya.
Tetapi semua sirna sekejap mata setelah surat perceraian orang tuaku berada ditanganku yang selalu aku gunakan untuk menadahkan setiap doa-doa yang ingin kupanjatkan kepada yang maha Kuasa agar keluargaku senantisa bahagia.
Seakan dunia yang kupijat tiba-tiba runtuh dan aku tak tahu lagi dimana aku harus memijatkan kedua kaki yang selama ini aku gunakan untuk menopang tubuhku yang memikul sejuta harapan dan seribu mimpi agar aku bisa membahagiakan keluargaku dengan menunjukkan kesuksesan ku raih dari perjuangan mereka mendidik ku.
Semua harapanku lenyap, semua mimpiku sirna dan aku merasa seakan-akan aku berdiri di tebing yang curam yang mulai runtuh. Memikirkannya saja sangat menyakitkan bagiku, dan sekarang imajinasi yang tak ku inginkan itu benar terjadi. Sungguh berat bagiku melihat kedua adik ku yang saat itu belum mengerti apa itu perceraian.
Kepalaku penuh tanya tentang bagaimana dengan aku? bagaimana dengan kakak dan adik-adikku?
Mengingat aku adalah satu-satunya anak perempuan, aku merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap mereka. Pada saat itu aku benar-benar bingung akan semuanya bahkan saya merasa semua itu tidaklah nyata.
Tapi, saya tidak ingin terlalu terpuruk akan peceraian orang tuaku. Saya mulai menata kembali hidupku, saya memiliki keinginan dan tekad yang kuat untuk bangkit karena kakak dan adik-adikku. Saya tidak ingin mereka juga terpuruk karena kesedihanku.
Aku mulai menjalani hidupku dengan perlahan-lahan dan mulai membiasakan diri, karena saya yakin seiring berjalannya waktu saya bisa melupakan kesedihan itu.
Ibuku, Ayahku yang selalu kujadikan sandaranku, dengarkan aku sebentar saja, aku ingin menyampaikan isi hatiku yang selama ini ku simpan jauh dilubuk hatiku.
Ibu, ayah. bolehkah saya mengatakan bahwa kalian egois?
Ibu, ayah. bolehkah saya mengatakan kalian jahat?
Kalian mengambil keputusan tanpa memikirkan peresaan kami, anak-anakmu.
Tanpa kalian sadari, kalian menghancurkan seluruh harapan dan keinginan anak-anakmu.
Bahkan cibiran datang silih berganti kepadaku, itu sangat menyakitkan.
Kalian mempertaruhkan kebahagiaan anak-anakmu yang berharga dengan selembar kertas yang tak ternilai.
Jujur ayah, ibu, saya sebenarnya lelah akan semua jalur hidupku ini yang penuh rintangan.
Bumi bagiku bagaikan panggung yang untuk menunjukkan sandiwara hidupku, yang berpura-pura bahagia di tempat umum, memaksakan diri tersenyum di depan orang lain, sedangkan hatiku menjerit. Bahkan saya berbohong dengan keadaan saya, berpura-pura baik-baik saja, namun nyatanya aku terperangkap dalam kesedihanku.
Terkadang saya merasa orang-orang meninggalkanku di tempat yang gelap tak berpelita, bahkan serasa kini Dunia telah berpaling dariku. Bumi dan langit telah menjauh dari diriku.
Aku sering bertanya dalam Doa-ku, KENAPA HARUS AKU? kenapa semua ini harus terjadi padaku? segitu buruknya kah aku?
Bahkan aku selalu mengeluh kepada-Nya tentang bagaimana tak beruntungnya aku sebagai seorang anak.
Saya hanya khawatit dengan hidupku nantinya, saya takut kejadian seperti ini bisa terulang padaku juga.
Akankah ada orang yang mampu menerimaku sepenuh hatinya tanpa mempermasalahkan latar belakang keluargaku yang seperti ini? akankah saya mampu membina keluarga yang bahagia?
Apakah saya bisa merasakan yang namanya kebahagiaan? biarlah itu menjadi tanyaku sendiri.
Ibu, ayah. ini aku, anakmu yang butuh kasih sayang, yang butuh pelukan darimu, yang butuh dukungan untuk melanjutkan hidupku.
Ibu, ayah, aku akan berusaha melakukan yang terbaik sehingga aku tidak akan mengecewakan kalian, seperti kalian yang terlanjur mengecewan kami, anak-anakmu., sehingga kalian tidak perlu merasakan sakitnya dikecewakan. Karena saya tahu bagaimana rasanya dikecewakan oleh orang yang kau jadikan panutan hidupmu.
Ibu, ayah. akan kujaga kakak dan adik-adikku dengan baik, sehingga mereka tidak akan kekurangan kasih sayang.
Ibu, ayah. Tidak perlu khawatir akan bagaimana hidupku, aku akan menjadi anak yang kalian bisa banggakan didepan orang.
Ibu, ayah. akan membuktikan kepada orang-orang bahwa apa yang mereka pikirkan tentangku tidaklah benar. akan kubuktikan kepada orang yang mencibirku tidak mempercayai perkataannya sendiri.
Ibu, ayah. aku janji bahwa akan kubuat orang yang mencibirku, berbalik mamujiku.
Ayah dan ibuku memang sering bertengkar, dan aku sudah terbiasa dengan itu. Sampai saat dimana mereka mulai mengucapkan kalimat perceraian. itu membuatku terkejut dan takut. Bahkan saya pernah meninggalkan rumah tengah malam sambil menangis karena saya tidak tahan lagi akan pertengkaran mereka. Dan tiba saat dimana mereka benar-benar bercerai, hal itu sangat mengguncang hidupku. bagaimana tidak? Saat perceraian itu sebenarnya ayahku sedang sakit yang mengharuskannya tetap berada di tempat tidur.
Usiaku masih terlalu muda untuk menerima kenyataan bahwa perceraian orang tuaku benar-benar terjadi di depan mataku, dan saat itu aku memasuki masa labilku sebagai seorang remaja. Saat dimana aku butuh pengertian dari orang tua, terutama ibu karena kami sama-sama eorang wanita jadi lebih nyaman bercerita segala hal dengannya.
Tetapi semua sirna sekejap mata setelah surat perceraian orang tuaku berada ditanganku yang selalu aku gunakan untuk menadahkan setiap doa-doa yang ingin kupanjatkan kepada yang maha Kuasa agar keluargaku senantisa bahagia.
Seakan dunia yang kupijat tiba-tiba runtuh dan aku tak tahu lagi dimana aku harus memijatkan kedua kaki yang selama ini aku gunakan untuk menopang tubuhku yang memikul sejuta harapan dan seribu mimpi agar aku bisa membahagiakan keluargaku dengan menunjukkan kesuksesan ku raih dari perjuangan mereka mendidik ku.
Semua harapanku lenyap, semua mimpiku sirna dan aku merasa seakan-akan aku berdiri di tebing yang curam yang mulai runtuh. Memikirkannya saja sangat menyakitkan bagiku, dan sekarang imajinasi yang tak ku inginkan itu benar terjadi. Sungguh berat bagiku melihat kedua adik ku yang saat itu belum mengerti apa itu perceraian.
Kepalaku penuh tanya tentang bagaimana dengan aku? bagaimana dengan kakak dan adik-adikku?
Mengingat aku adalah satu-satunya anak perempuan, aku merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap mereka. Pada saat itu aku benar-benar bingung akan semuanya bahkan saya merasa semua itu tidaklah nyata.
Tapi, saya tidak ingin terlalu terpuruk akan peceraian orang tuaku. Saya mulai menata kembali hidupku, saya memiliki keinginan dan tekad yang kuat untuk bangkit karena kakak dan adik-adikku. Saya tidak ingin mereka juga terpuruk karena kesedihanku.
Aku mulai menjalani hidupku dengan perlahan-lahan dan mulai membiasakan diri, karena saya yakin seiring berjalannya waktu saya bisa melupakan kesedihan itu.
Ibuku, Ayahku yang selalu kujadikan sandaranku, dengarkan aku sebentar saja, aku ingin menyampaikan isi hatiku yang selama ini ku simpan jauh dilubuk hatiku.
Ibu, ayah. bolehkah saya mengatakan bahwa kalian egois?
Ibu, ayah. bolehkah saya mengatakan kalian jahat?
Kalian mengambil keputusan tanpa memikirkan peresaan kami, anak-anakmu.
Tanpa kalian sadari, kalian menghancurkan seluruh harapan dan keinginan anak-anakmu.
Bahkan cibiran datang silih berganti kepadaku, itu sangat menyakitkan.
Kalian mempertaruhkan kebahagiaan anak-anakmu yang berharga dengan selembar kertas yang tak ternilai.
Jujur ayah, ibu, saya sebenarnya lelah akan semua jalur hidupku ini yang penuh rintangan.
Bumi bagiku bagaikan panggung yang untuk menunjukkan sandiwara hidupku, yang berpura-pura bahagia di tempat umum, memaksakan diri tersenyum di depan orang lain, sedangkan hatiku menjerit. Bahkan saya berbohong dengan keadaan saya, berpura-pura baik-baik saja, namun nyatanya aku terperangkap dalam kesedihanku.
Terkadang saya merasa orang-orang meninggalkanku di tempat yang gelap tak berpelita, bahkan serasa kini Dunia telah berpaling dariku. Bumi dan langit telah menjauh dari diriku.
Aku sering bertanya dalam Doa-ku, KENAPA HARUS AKU? kenapa semua ini harus terjadi padaku? segitu buruknya kah aku?
Bahkan aku selalu mengeluh kepada-Nya tentang bagaimana tak beruntungnya aku sebagai seorang anak.
Saya hanya khawatit dengan hidupku nantinya, saya takut kejadian seperti ini bisa terulang padaku juga.
Akankah ada orang yang mampu menerimaku sepenuh hatinya tanpa mempermasalahkan latar belakang keluargaku yang seperti ini? akankah saya mampu membina keluarga yang bahagia?
Apakah saya bisa merasakan yang namanya kebahagiaan? biarlah itu menjadi tanyaku sendiri.
Ibu, ayah. ini aku, anakmu yang butuh kasih sayang, yang butuh pelukan darimu, yang butuh dukungan untuk melanjutkan hidupku.
Ibu, ayah, aku akan berusaha melakukan yang terbaik sehingga aku tidak akan mengecewakan kalian, seperti kalian yang terlanjur mengecewan kami, anak-anakmu., sehingga kalian tidak perlu merasakan sakitnya dikecewakan. Karena saya tahu bagaimana rasanya dikecewakan oleh orang yang kau jadikan panutan hidupmu.
Ibu, ayah. akan kujaga kakak dan adik-adikku dengan baik, sehingga mereka tidak akan kekurangan kasih sayang.
Ibu, ayah. Tidak perlu khawatir akan bagaimana hidupku, aku akan menjadi anak yang kalian bisa banggakan didepan orang.
Ibu, ayah. akan membuktikan kepada orang-orang bahwa apa yang mereka pikirkan tentangku tidaklah benar. akan kubuktikan kepada orang yang mencibirku tidak mempercayai perkataannya sendiri.
Ibu, ayah. aku janji bahwa akan kubuat orang yang mencibirku, berbalik mamujiku.
Saya mampu bertahan karena saya memiliki keyakinan bahwa ALLAH SWT tidak akan memberikan ujian pada hambanya melebihi kemampuan Hamba-Nya.
Bahagia akan menghampiriku sendiri jika sudah tiba saatnya penderitaan itu pergi.
Saya juga bisa belajar banyak hal dari semua ini, sehingga apa yang terjadi padaku sekarang tidak akan terjadi lagi pada keluargaku nantinya.
Dan untuk teman-teman yang juga mengalami BROKEN HOME, kalian jangan berputus asa, jalanilah dengan senang hati dan yakin bahwa TUHAN sudah merencanakan hidup yang bahagia untuk kita nantinya. Dan teguhkan dalam hati kalian bahwa Setelah hujan, akan datang pelangi.
Saya juga bisa belajar banyak hal dari semua ini, sehingga apa yang terjadi padaku sekarang tidak akan terjadi lagi pada keluargaku nantinya.
Dan untuk teman-teman yang juga mengalami BROKEN HOME, kalian jangan berputus asa, jalanilah dengan senang hati dan yakin bahwa TUHAN sudah merencanakan hidup yang bahagia untuk kita nantinya. Dan teguhkan dalam hati kalian bahwa Setelah hujan, akan datang pelangi.
Fighting
BalasHapusfighting
Hapus😭😭
BalasHapus😭😭😭
BalasHapusit's okey
HapusSemangat finah
BalasHapusmakasih eva
BalasHapus😭
BalasHapus